Batu besar yang ada difoto ini juga adalah land mark kota. Diatas batu ini ada air yg mengalir. Karena hampir semua barang terasa berat dikantong kita (IDR vs. EUR), jadi walaupun tidak shopping, jalan-jalan sekeliling kota pun sudah membuat happy. Apalagi kalau cuacanya cukup nyaman, di summer atau spring.
Di Tonder ini berdiri markas perusahaan tempat saya bekerja. Jadi kalau biasanya masyarakat umum familiar dengan Copenhagen, yang notabene ibukota Denmark, justru saya tavelling ke dareah pedesaannya.
Jalur untuk mobil dan pejalan kaki cukup ketat. Dan memang di pusat kota lebih mengutamakan pejalan kaki. Deretan bangunan berasal dari bangunan kuno seperti yang sering kita banyangkan di dongeng2 atau film.
Jadi udara disini masih sangat bersih, tidah ada kemacetan, sepi dan tidah ada gedung bertingkat.
Diatas jam 5 sore, biasanya hampir tidak ada kendaraan lalu lalang. Jika tidak punya kendaaraan sendiri dengan menyewa, pastikan untuk janjian booking taxi terlebih dahulu. Tidak ada bus kota, mikrolet ataupun ojek di kota ini.
Orang-orang di Denmark terkenal dengan ikatan kekeluargaannya yang kuat, normalnya mereka jarang sekali keluyuran atau makan diluar. Itu sebabnya juga tarif makan dinner atau lunch is so ekspensive. Restoran yang biasanya saya kunjungi di Tonder adalah Victoria. Karena terbatasan pilihan halal food, biasanya saya order salmon. Dan porsi-nya adalah porsi besar. Bagi saya perlu effort untuk menghabiskan hidangan ini.
Jadi kalau misalnya kita travelling seminggu atau dua minggu, pasti excited....
Tapi kalau lebih dari itu, pasti kangen sama ruwetnya dan ramenya Indonesia
Tonder tidak punya airport. Jadi international airport terdekat adalah Hamburg (195 km) atau Billund (138 km). Pengalaman saya selalu menggunakan Hamburg, lagipula ada restoran sushi yang lumayan enak disini.
Jangan bingung lihat foto2 ini, karena terdiri dari 3 kali kunjungan saya kesana. Waktu terberat bagi saya adalah di bulan Desember 2013, dimana Denmark berada di awal musim dingin. Sebenarnya waktu Desember itu belum terlalu dingin, masih berkisar 10 derajat, tapi tetap saja buat saya tidak mudah untuk beradaptasi dengan cuaca. Sewaktu Februari 2014, Denmark di akhir musim dingin dimana suhu sekitar 4 derajat, tapi saya sudah siap dengan mantel tebal dan boot.
Pastikan sekali lagi jangan sampai salah kostum.